Selasa, 30 September 2014

Unsur Intrinsik&Ekstrinsik Cerpen"I Love You Forever" karya cerpen Agnes Putri

I LOVE YOU FOREVER
Karya Agnes Putri
primanda/30

Siang yang begitu melelahkan, hari ini keluargaku sibuk menata rumah dan mempersiapkan makan siang. Aku Putri anak ke-dua dari mama papa, aku punya kakak cowok yang super nyebelin, namanya kak Erik. Semua anggota keluarga sibuk dengan pekerjaanya masing-masing. Aku sendiri sedang membersihkan debu-debu dengan kemoceng. “uhuk..uhuk..” aku batuk-batuk setelah debu itu masuk kehidungku. “yee.. kenapa lo? Bengek?.” Kak Erik meledekku. “apaan sih kak? Aku itu alergi debu tau!”
“alergi??? Yaiyalah kalo debu masuk kehidung pasti batuk .”
“itu tau..ahh kak Erik nih.” Akupun memukul punggung kak Erik dengan kemoceng. Kami pun terlihat bercanda saat bersih-bersih.
“eh..eh.. kalian itu apaan sih. Udah jangan bercanda ah. Gak ada waktu lagi ini.” Mama tiba-tiba datang.
“iya mah iya..” kataku nurut.
Setelah semua beres, aku pun langsung bertanya dengan mama.
“ma, emang ada apa sih? Kok kita beres-beres rumahnya mendadak.”
“nanti itu ada tamu sayang.” Jawab mama.
“memangnya tamu itu spesial ya mah..” tanyaku lagi.
“hm.. spesial gak ya..” papa tiba-tiba menyahut dari belakang.
“ih.. papa, aku serius nih” gerutu aku.
“sudah kamu ganti pakaian gih sekarang, habis itu langsung turun ya.” Perintah mama.
“iya mah.” Tanpa membantah perintah mama, Aku langsung naik keatas, untuk ganti pakaian.

Setelah aku ganti pakaian aku langsung turun, aku mengenakan atasan putih trendy masa kini yang lebih casual dengan celana jeans hitam tanggung yang biasa kupakai. Dan nampaknya tamu itu telah datang. Aku pun segera menyapa tamu itu. Mama dan papa pun menyuruh aku untuk segera menyantap makan siang bersama tamu itu. Aku memerhatikan satu per satu tamunya, nampaknya satu keluarga.
“selamat menikmati makan siang ini, semoga aja suka.” Mama berkata setelah semua siap untuk menyantapnya.
“sebelumnya, kenalin dulu.. mereka ini anakku.” Mama tersenyum ramah kepada tante Murni dan om Andi juga anaknya, mereka semua adalah tamu hari ini.
“kenalin tante aku Erik, ini adikku, Putri.” Kak Erik langsung bersalaman kepada mereka, disusul aku.
“ohh.. cantik dan tampan ya. Tante juga mau kenalin, ini anak tante, Rizal ayo salaman!” tante Murni menyuruhnya.
Om , tante, saya Rizal.” Rizal pun bersalaman dengan mama, papa, aku dan kak Erik.

Perkenalan pun usai, makan siang pun telah disantap. Kini saatnya mereka untuk mengobrol dan berbincang-bincang di halaman belakang. Aku pun pergi dari tempat itu, lalu aku keluar, bergegas kedepan teras. Gimana mau betah? Orang yang dibicarain juga masalah pertemuan yang udah lamaaa bangettt mereka tak berjumpa, apalagi waktu itu aku masih belum ada. Sesaat setelah aku keluar, rasanya aku ingin ke kamar mandi. Lalu aku masuk kedalam rumah. Tapiiii... ‘brakk...’
“aww.. ahhh!!!” aku ditabrak Rizal yang sedang membawa minuman soda berwarna merah. Sehingga minuman itu tumpah dibajuku yang berwarna putih.
“ups! Maaf..maaf.. gak sengaja.” Rizalpun segera membersihkan bajuku dengan tisu.
“ahh.. apaan sih?” aku melepaskan tangannya yg sedang mengelap bajuku.
“udah terlanjur.. gak bisa bersih lagi lah. Lagian lo baru disini juga udah buat ulah. Aneh-aneh aja lo!” akupun langsung naik keatas dan pergi meninggalkan Rizal yang masih ada di depan ruang tamu.
Setelah kejadian itu, aku gak keluar-keluar dari kamar. Tetapi, mama memanggilku. Mau nggak mau aku harus turun kebawah. Dengan perasaan kesal aku turun tangga namun dengan wajah tersenyum. Walau senyumku palsu!
“sini dong sayang.. kamu kenapa sih dari tadi diatas mulu. Ada tamu juga. sekarang mereka udh mau pulang.” Ucap mama yang menghampiriku.
lalu aku berjabat tangan dengan om dan tante, tapi tidak dengan Rizal. Memang, aku masih bete sama dia.
Setelah 2 hari kejadian itu berlangsung..

Aku pulang sekolah...
“assalamualaikum.. mamaa” ucap aku yg tiba-tiba membuka pintu dan tak kusangka ada tante Murni dan Rizaall!!! Appaaa?? Owhh tidak!! Ketemu cowok yang super nyebelin dengan gayanya yang sok sok-an itu.
aku pun langsung bersalaman dengan tante Murni. Lalu aku segera naik keatas untuk ganti baju. Tanpa bersalam sapa dengan Rizal, anak tante Murni. Setelah beberapa saat, aku turun. Dan aku melihat tidak ada siapa-siapa di ruang tamu. Memangnya pada kemana ya tamunya? Tanyaku dalam hati. Tak berpikir lama aku segera ke depan teras, namun yang kulihat hanyalah Rizal yang sedang duduk didepan teras. Aku tak menghiraukannya, lalu aku segera berlalu dari tempat itu, namun baru berbelok arah sedikit Rizal memanggilku.
“Putri.. tunggu!!” panggil Rizal yang mengetahui kehadiranku.
“apa lagi?” dengan tampang jutek aku melirik ke arah dia yang sedang berdiri dari tempat duduknya.
“oh iya kejadian yang kemaren, gue minta maaf ya” . aku mendengus kesal, si Rizal masih aja inget kejadian itu. Tau nggak sih? Gue kesel itu karna baju putih kesayangan gue yang  padahal itu baju model
Lbaru beli jadi kotor dan gak bisa dipake lagi. Huh trendy masa kini.
“maafin gue ya” ucap Rizal lagi. Aku diam. Tapi aku tak bisa apa-apa untuk melawan.
“huh yaudah iya.” Ucapku dengan nada jengkel.
“maafnya nggak ikhlas nih!” sahut Rizal.
“ehh kata siapa gue ikh..ikhlaas kok.” Ucap aku sedikit gagap.
“dari nadanya aja ketauan.” Lirik Rizal dengan gayanya yang sok meyakinkan.

Emang nyebelin yah tuh anak. Tau aja kalau gue masih belum ikhlas. Tapi, buat apa ya gue terusin. Harusnya gue gak boleh begini, gue harus ikhlas dong. Aku pun melirik dia dengan ucapanku yang meyakinkan.
“oke.. gue ikhlas. Udah lupain aja kejadian itu.” Jawab aku tenang.
“serius. Kalau perlu gue ganti deh baju lo” Ucap rizal yang sekarang ada dihadapanku.
“ngg..nggak usah.” Aku menolaknya.
“yakin?”
“iya yakin”
“kalau gitu senyum dulu dong.” Pinta Rizal sambil tertawa.
“ih.. apaan sih. Nih gue senyum. Puaasss??” jawab aku sambil menunjukan senyumanku.
“nah.. gitu kan jadi manis.” Ledek Rizal.

Akupun hanya tertawa mendengar ledekan Rizal itu. Dia bisa bikin gue tersenyum. Tapi aku tak memikirkan hal itu. Kini hubungan aku dan Rizal berjalan biasa saja. Sesaat kejadian itu, aku yang baru keluar mengambil minuman, melihat Rizal sedang memainkan gitar. Hmm.. ternyata ia pandai juga memainkannya. Siswa SMA kelas 2 tersebut dengan lembut memainkan gitar dan suaranya pun tak kalah dengan musisi papan atas Indonesia.
“kenapa lo nggak jadi penyanyi aja?” tiba-tiba aku datang membawa 2 cangkir minuman ke ruang tamu.
“hm.. gue udah bikin band kecil-kecilan kok, tapi gue masih sibuk sekolah.” Jawab Rizal.
“oohh.. bagus.” Aku mengangguk tersenyum.
“lo mau gue nyanyiin lagu apa?” Rizal menawarkan aku.
“eh.. boleh? Hm.. kalau gitu apa aja deh.”
Rizal pun memainkan gitar dan menyanyikan sebuah lagu. Tapi kenapa lagu itu romantis ya kedengarannya. Aku hanya tersenyum. Tapi apa arti senyumku ini? Apakah senang? Bahagia? Atau bangga? Aku nggak tau kenapa tiba-tiba aku jadi respect kalau dekat Rizal.

Beberapa bulan kemudian...
Aku merasa kesepian, apa karna ini aku sedang menjomblo ya? Mungkin sih? Tapi aku bahagia. Aku masih membayangkan sosok Rizal yang ternyata tidak seburuk yang aku kira. Aku begitu menyesal waktu itu pernah membencinya. Kini aku begitu merindunya. Hah? Perasaan apa ini? Tiba-tiba datang menghampiriku. Pertemuan dengannya waktu itu membuat aku terus memikirkannya. Tiba-tiba......
‘tok-tok-tok....’ suara pintu membuyarkan lamunanku. Aku terhenyak, lalu aku bangkit membuka pintu. ‘ckrreeekk’...
“Rizal!!!!” aku kaget.
“Putri.. apa kabar?” Rizal datang kerumah dengan membawa gitar yang sedang dipegangnya.
“g..gue baik. lo kesini sendiri?” tanya aku.
“iya gue sendiri.”
“hm.. kalau gitu masuk aja.” Ajak aku.

Aku dan Rizal pun masuk, lalu pergi ke halaman belakang. Aku membawakannya minuman, lalu aku duduk. Ia pun sedang asik memainkan gitarnya. Lalu kami berbincang-bincang.
“hmm.. ada apa lo kesini? Tumbennya ?” ucapku memulai perbincangan.
“gak tau. gue bete aja dirumah. Jadi gue kesini.” Jawab Rizal tenang.
“haha emangnya ada apa sama rumah gue? Emang bisa bikin bete lo ilang apa?” ledek aku.
“hahaha gak tau yaa kenapa?” Rizal pun tertawa.
“oh ya tapi gue kesini punya alasan lho!” lanjut Rizal.
“alasan apa?” tanyaku penasaran.
“karna gue mau kasih sesuatu ke lo.” Tiba-tiba Rizal berubah menjadi lebih lembut.
“apa itu?” tanyaku lagi makin penasaran.
“gue mau persembahkan lagu ini ke lo.” Lalu Rizal menyanyikan lagu dengan lantunan gitar dan dengan nada yang romantis.. lalu Rizal berkata...
“Putri... gue suka sama lo. Mau nggak kamu jadi pacar aku?”
‘ DERRRRR!!!!’ bagaikan suara tembakan yang menggelegar ditelingaku. A..a..akuu.. terharu. Akupun tak menyangka bila Rizal akan berkata seperti itu. Jujur, aku senang mendengarnya. Namun aku belum siap untuk menjawabnya.
“maaf.. mungkin bagimu ini mendadak. Tapi aku telah memutuskan semua ini lama. Aku mulai merasa sangat nyaman bila berada didekatmu. Namun apakah salah aku berkata seprti ini kekamu?” tiba-tiba Rizal berkata dengan lembutnya, bahkan dia mengucapkan kata aku dan kamu. Romantis,..
“tapi..?”
“tapi apa?, jawab yaa, mau nggak kamu jadi pacar aku?”
aduuhh.. gimana yaa? Gimana nii? Aku bingung? Bagiku ini sih terlalu cepat. Tapi... aku gak mau nyia-nyiain kesempatan ini. Lagipula, kan aku lagi jomblo. Dan aku merasa kesepian. Siapa tau aja dia bisa menghibur aku. Apa aku terima aja ya? Aku coba terima deh...
“aa..a..aku aku mau” akupun menjawabnya, dan tiba-tiba Rizal meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat. Aku hanya tersenyum.

Kini rasa bahagia menyelimuti hatiku, aku bagaikan tertiup angin semilir yang membawa cinta diudara. Badanku gemetar, hatiku tak sanggup menahan kuasa cintanya. Ternyata, aku mulai membayangkan sosok yang ada dihadapanku ini. Kini aku akan melewati hari-hariku dengannya. Jantung ini tak berhenti berdegup kencang. Menandakan bahwa cintaku ada didekat sini. Rasa itu?? Tak akan pernah berhenti hingga ku lewati hari-hariku terus bersamanya. Semakin hari.. semakin sayang.., makin berganti bulan , makin mesra pula. Aku yang akan duduk di bangku SMA kelas 1, menyambut hari bahagianya Rizal yang kini telah lulus SMA dan sudah mulai kuliah. Aku merasa senang. Meskipun beda usia. Bukan berarti cinta kita berbeda. Aku menyayanginya begitu tulus. Sehingga, tak kusangka aku sudah melewati 2 tahun lamanya kita berpacaran. Aku dan Rizal pun tak menyangka. Kita yang slalu jarang bertemu. Karna Rizal, sosok yang tengah sibuk akan bandnya. Kuliahnya kini, dan sering pulang-pergi keluar kota karna kontrak tertentu. Walau aku menjalani cinta long distance relation-ship ,aku tetap bahagia. Sampai sekarang hubungan kita baik-baik aja. 

Sampai pada waktunya cinta kita dipertemukan pada akhir desember.
“aku bete..! eh Rizal lagi ada di TL nih!” aku yang bete didalam kamar, membuka handphone dan mengecek twitter, melihat ada Rizal yang lagi on twiit sekarang. Wajahku pun berseri-seri.
“tapi ini siapa yah? Kok ada akun cewek lain yg berinteraksi sama dia.” Aku bertanya dalam hati. Tapi aku tak mempermasalahkan itu. Ya, aku sedang senang, karna hari ini Rizal ada di Jakarta. Akupun ingin memberi surprise ke dia. Tak berpikir panjang aku segera ganti baju dan berangkat kerumahnya dengan diantar supir pribadiku. Sepanjang perjalanan, aku mulai berfikir. Mengapa Rizal tak mengabariku kalau dia ada di Jakarta sekarang. Tapi kenapa dia malah update status di twitter, dan mentionan sama orang lain. Bahkan itu adalah cewek lain. Aku mulai curiga, tapi dalam hati kecilku aku harus berfikir positif. Sesampainya didepan gerbang rumah Rizal. Aku masuk dan megetuk pintu rumah Rizal.
“Putrii??!!” sapa tante Murni, setelah membukakan pintu itu.
“iya tante, saya kesini mau cari Rizal tan, Rizalnya ada?” tanya aku langsung tanpa basa-basi.
“Rizalnya baru aja pergi. Memangnya ada apa?”
“eng.enggak kok tan. Cuma pengen ketemu aja. Hm.. Rizalnya pergi kemana ya tan, kalo boleh tau?”
“Rizal sih biasanya pergi ke studionya.” Jelas tante Murni.
“yaudah deh, oh ya nih tan ada kue buatan mama. Silahkan dicoba ya tante.” Aku memberikan sekotak kue untuk tante Murni, yang aku persiapkan sebelum berangkat.
“makasih ya Putri, pasti ini enak.”
“sama-sama tante, aku pergi dulu ya.” Akupun langsung pamit. Lalu segera pergi ke studio dimana Rizal berada. Sesampainya aku disana, aku langsung memasuki ruangan yang ada dalam studio itu. Rasanya nyaman. Ruangannya pun sepi. Tapi inikan baru dilantai bawah. Aku segera naik keatas dilantai 2 biasa Rizal dkk berlatih vokal dan musik. Suara alunan musik pop sudah terdengar, menandakan memang ada yang berlatih disitu. Tak kelak suara Rizal yang mengalir melankholis. Aku semakin bersemangat menaiki tangga demi tangga. Ketika sampai akupun disambut oleh kawan-kawan Rizal yang sedang berlatih, ada Ando di drum, Madi di gitar 1, Raka di gitar 2, dan Indra di bass. Mereka sangat senang dengan kehadiranku ini. Apalagi Rizal yang langsung menyambutku dengan sebuah pelukan. Rasanya bahagia banget... tapiii?? Ketika berada didalam pelukan Rizal aku melihat seseorang yang duduk disudut sofa. Cantik. Siapakah dia? 
Aku mulai penasaran. Segera kulepas pelukan Rizal. Dan menatapnya.
“Rizal, itu siapa?” tanyakku dengan lembut.
“ohh ini.. kenalin dia partner kerjaku, Vika.” Tunjuk Rizal dengan senyuman ramah pada Vika.
Vika? Tunggu tunggu? Kayaknya pernah kukenal namanya. Dimana ya? Oh? Hampir aja lupa? Kini aku ingat. Dia Vika. Yang sempat aku lihat namanya terpampang di TimeLine. Tapi...
“ayo kenalan!!” ajak Rizal yang menggandengku kearah Vika.
“hey kenalin, aku Vika.” Ujar cewek itu yang segera beranjak dari sofanya, dan ternyata selain dia cantik, dia juga tinggi... aku pun merasa terlihat pendek. Ya, maklum aku kan masih dalam masa-masa pertumbuhan anak SMA. Wajar aja kalau tinggi tubuhkan tak kurang dari 160 cm.
“aku Putri.” Akupun menerima jabat tangannya dengan senyuman yang penuh tanda tanya. Mengapa tanda tanya? Karna aku masih penasaran hubungan Vika dengan Rizal. Mengapa dia berdua nongol di TL? Seberapa sibuknya Rizal sampai sempat membalas tweet Vika dibanding aku yang juga udah berkali-kali menanyakan kabarnya lewat twitter. Satupun belum ada yang dia balas. Tapi.. aku masih penasaran apasih yang dia bicarain di TL. Akupun segera menyandarkan tubuhku ke sofa. Rizal yang sedari tadi memperhatikan tingkahku hanya tersenyum jahil kepadaku. Akupun sedikit meliriknya. Tetapi tidak menghiraukannya. Merekapun akhirnya melanjutkan latihannya. Lalu akupun sibuk dengan urusanku sendiri. Kuraih handphone-ku yang berada dalam saku. Kubuka twitter, lalu...???!!! apa??!! Apa yang aku lihat barusan. Tidak mungkin seorang partner ada hubungan spesial seperti ini. Kulirik Rizal dan Vika bergantian, namun sesaat aku menengok kearah Vika, ada tatapan yang begitu mendalam ke Rizal. Kenapa dia menatap seperti itu? Apa jangan-jangan dia suka? Kulihat lagi Rizal yang masih fokus pada vokalnya itu. Lalu kupalingkan padanganku pada layar yang terpampang pada twitterku kali ini.
iyaa sama2 Vika Sayang {} RT @Vika21 oke makasih ya Rizal kece ;;) RT @Rizal_pradana sip ditunggu ya hari ini ;)

Aku terdiam. Wajahku tak bergerak, bola mataku hanya fokus pada layar kecil yang ada ditanganku. Aku memperhatikan kata demi kata. Mengapa Rizal bisa bilang sayang ke orang lain selain aku. Aku menatap Rizal dalam. Bingung. Hanya itu yang aku lihat dari kejauhan. Rizal yang masih terlihat fokus pada latihannya sama sekali tidak melihat kearahku. Tapi tak apa. Sehingga dia tidak melihatku yang nampak curiga. Aku juga tidak ingin seperti ini. Tapi...
“Rizal aku pulang dulu ya..!” kuraih tas kecilku dan beranjak dari sofa lalu berjalan menuju tangga yang membawaku turun dari lantai 2.
“Putri!! Tunggu!!” Rizal pun memanggil-manggil namaku tapi aku tak menghiraukannya. Kulihat dia sedang berlari mengejarku yang sudah turun ke lantai bawah. Aku terus berjalan cepat, ketika aku ingin membuka pintu keluar. Rizal langsung meraih tanganku, dan menarikku kedalam.
“Putri kamu kenapa sayang? Kenapa tiba-tiba kamu pergi, ada apa?” Rizal menatapku heran. Aku bingung. Entah harus apa yang aku katakan.
“aa-a-aku.. aku gak kenapa-napa, aku Cuma pengen pulang aja.” Aku tergagap, karna bingung harus jawab apa.
“kamu yakin gak kenapa-napa. Aku lihat muka kamu tiba-tiba beda sayang. Kamu kenapa?” tanya Rizal lagi yang masih belum percaya.
“aku.. aku mau pulang!” aku menaikan alis dan sedikit keras mengeluarkan suara.
“yaudah aku antar yaa..” Rizal langsung memeluk aku, dia mengelus bahuku. Aku hanya diam dalam pelukan. Aku nggak sanggup. Aku nggak sanggup bila harus kehilangan Rizal. Rizal begitu sayang sama aku. Nggak mungkin kalau dia mengkhianati aku. Aku harus positif thingking. Karna siapa tau, analisa aku salah.
“nggak usah. Aku bisa pulang sendiri. Lagipula, kamu belum selesai kan latihannya?” aku melepaskan pelukan Rizal dan menatapnya.
“aku bisa lanjutin nanti kok latihannya. Yang penting aku mau antar kamu pulang dulu.” Ujar Rizal seraya membelai pipi mulusku. Dia menatapku begitu dalam. Aku bisa merasakannya. Saat ini aku bisa mendengar detak jantungnya untukku. Kutatap dia penuh cahaya. Aku bisa meraih lehernya, sekarang dia begitu dekat denganku. Sebuah jarak bisa diukur dengan jari. Aku memejamkan mata, kurasakan denyut jantungku terasa lebih cepat. Bibirku mulai gemetar, bisa kurasakan ada yang ingin menyentuhku saat ini. Kunikmati itu semua. Namun, kurasa cukup lama. Aku tak mau mengganggunya latihan, pikirku.
“yaudah, yuk pulang!” ucapku setelah melewati masa berumanku tadi.

Rizal mengangguk senang. Dia tersenyum. Manis sekali. Kusejajari langkahku bersama pacarku ini. Aku menggandengnya selama di perjalanan menuju parkiran. Tak hayal, canda tawa kita lalui sama-sama. Kagum. Dia begitu ceria. Sehingga, semuanya berlalu begitu cepat.
“nggak nyangka, udah nyampe rumah aja” ucapku dalam canda setelah sampai didepan gerbang rumahku.
“hahaha.. bilang aja kamu masih pengen sama aku, ya kan?” ledek Rizal sambil menarik hidungku yang gak terlalu mancung, tapi gak pesek.
“udah ah, sakit tau.”
“apa kamu masih mau aku temenin seharian ini, kan kita udah 2 bulan gak ketemu.” Sahut Rizal. Serius nampaknya.
“aku... hm... tapi gimana dengan latihanmu? Kasihan anak-anak pasti nunggu kamu disana.” Tak kalah seriusnya dengan Rizal.
“yee.. itu tau. Berarti kamu ngerti ya, kamu emang pacarku yang paliinngg ngertiin aku deh.” Ledek Rizal yang tiba-tiba berubah jadi nggak serius lagi. Dengan tampang yang nyebelin, sambil mencolek daguku yang hampir aja bikin aku kaget.
“oohh.. ternyata kamu gituu yaa.. yaudah deh sana-sana gih latihan.” Ucapku pura-pura marah, lalu keluar dari mobil dan menutupnya agak keras. Sepertinya Rizal kaget, hehehe. Dengan muka yang masih ditekuk aku melangkahkan kaki menuju pintu. Tapi tanganku seketika ditarik dari belakang. Aku menoleh. Tak lain adalah Rizal. Dia masih belum pergi.
“apa lagii??? Bukannya sekarang harus latihan ya.” Ujarku jengkel.
“tapi aku masih kangen sama kamu, apalagi kalau kamu lagi cemberut, makin manis dilihat.”
“apa kamu bilang?? Uhh,,” aku menggertak rahangku, membuat Rizal agak mundur.
“udah udah.. kamu jangan marah dong sayang. Maaf ya aku bikin kamu jengkel terus.”
“yaudah sana. Aku mau masuk dulu.” Aku membalikan tubuhku kearah pintu.
“tunggu sayang, ada yang ketiggalan?”
“apa?” setelah aku menoleh, tiba-tiba kecupan mendarat tepat dikeningku. Aku tersipu malu. Disaat saat seperti ini, Rizal masih aja ya ngelakuin ini. Dimana udah 2 bulan lebih aku nggak mendapatkan kecupan seperti yang biasa dilakukan Rizal.
“aku sayang kamu. Jangan lupa nanti kamu aku telfon ya.. aku ingin denger suara kamu yang cempreng itu. Aku tunggu ya sayang.” Ucap Rizal lembut seraya membelai rambutku yang lurus sebahu.
“iya sayang, pasti.” Aku tersenyum bahagia. Bahagia sekali.
“oh ya, aku tahu kenapa kamu tadi buru-buru minta pulang.” Tanya Rizal tiba-tiba.
“kenapa?”
“pasti kamu cemburu ya lihat Vika tadi.”
“e..enggak kok. Apa sih yang aku cemburuin. Lagi dia bukan siapa-siapa kamu kan?”
“jelas bukan lah, dia Cuma partner kerja aku sekarang. Tapi sebelumnyaa....”
“sebelumnya apa?” tanyaku jadi penasaran.
“sebelumnya dia sempet jadi teman dekatku beberapa tahun lalu. Tapi kan sekarang aku udah jadi milik kamu, nggak mungkin dong aku berpaling ke dia. Walaupun dia kelihatannya masih suka sama aku.” Rizal menjelaskan. Aku hanya diam. Terpaku.
“ja..jadi dia suka sama kamu.?”
“iyaa.. tapi itu dulu sayang, sekarang gak tau deh yang sebenarnya. Udah kamu jangan dipikirin lagi ya”
“tapi..tapi tadi kenapa kamu bilang sayang sama dia di akun twitter?”
“ohh.. itu. Ehh gapapa kok, Cuma mau ngasih penghargaan aja sama dia. Dia udah mau bantuin aku nyusun jadwal manggung aku yang bentrok, terus dia juga yang atur latihan kita. Udah itu aja kok sayang, kamu cemburu yaa...” jelas Rizal sambil meledekku.
“eng..enggak kok, awas yaa kalau kamu ada apa-apa sama dia.”
“tuh kann.. ketahuan nih kalau cemburu. Gapapa kok sayang, cemburu itu tanda cinta.”
“iya deh sayang iya, iyaa cembuuru sama kamu, karna aku sayang dan cintaaa sama kamu. Udahkan sayang puass??!” aku mendelik kesal. Walau hanya pura-pura. Dalam hati aku tersenyum bahagia.
“haha.. kamu nih slalu bikin aku tertawa, yaudah aku balik dulu ke studio ya? Nanti aku telfon kamu. Bye sayang, jangan lupa makan ya?!” ucap Rizal seraya jalan menuju ke gerbang.
“oke.. kamu hati-hati ya sayang” tak kalah aku juga memberi perhatian pada Rizal.
“siipp. I Love You.”
“I Love You too”

Betapa bahagianya aku saat ini. Sempat aku berpikiran yang aneh-aneh terhadap Rizal. Aku mengira dia mengkhianati aku. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala ketika berpikiran seperti itu. Wajar aja, karna aku sangat sayang sama kamu. Aku merebahkan tubuhku diatas ranjang, ketika sudah sampai dikamar. Mengambil pigura yang terletak di meja, tak jauh dari ranjangku. Aku membayangkan sosok itu. Rizal yang aku sayangi saat ini. Sampai kapanpun. Dia selalu membuatku bahagia. Kupeluk pigura bersama sosok itu dalam dekapan. Kupejamkan mataku, kubayangkan lagi masa-masa terindah dalam hidupku. Berwarna, ketika bersama dia. Intinya, kita berkomitmen saling menjaga perasaan masing-masing. 

Membuat hubungan ini akan selamanya berjalan. Menuai asa cinta yang sesungguhnya. Melayang jauh aku kemasa-masa yang akan datang. Hanya satu, aku hanya ingin bersamanya nanti. Menjadi yang terbaik, untuk hidupnya dan untuk hidupku. Tuhan.. jaga cintaku ini. Jangan sampai pergi, karna aku hanya mencintai ciptaanmu yang satu ini. Sungguh aku sangat menyayanginya. Hening. Akupun terlelap dalam angan, dan bayangan.


Unsur Intrinsik
1.       Tema              : Kisah cinta Putri yang cemburu kepada Vika
2.       Alur               :
Keluarga Putri tengah sibuk merapikan rumahnya, Mama menyiapkan makan siang karena akan ada tamu. Putri juga ikut membantu setelah itu ia bergegas ganti pakaian. Tak lama kemudian Putri menyapa tamu ternyata yang datang Tante Murni dan Om.Andi dan anaknya yang bernama Rizal. Dan ketika Putri ingin ke kamar mandi lalu Rizal yang sedang membawa minuman menabrak Putri. Dan membuat baju Putri basah, Rizan pun langsung minta maaf tetapi Putri sangat kesal dan langsung pergi.
Keesokan harinya, ketika pulang sekolah Putri kaget ternyata Tante Murni,Om.Andi juga Rizal ada dirumah. Putri pun langsung bersalaman dan bergegas ke kamar. Lalu ia turun kebawah dan hanya melihat Rizal di teras yang sedang bermain gitar. Saat Putri berbalik ingin pergi, Rizal memanggilnya. Dan Rizal minta maaf atas kejadian yang lalu. Putri pun memaafkannya. Dan saat itu Putri menjadi dekat dengan Rizal. Beberapa bulan kemudian, Putri merasa kesepian dan tiba-tiba Rizal datang ke rumah. Lalu putrid membawakan minuman untuk Rizal dan mereka berbincang-bincang di halaman belakang. Dan setelah itu Rizal menyatakan cinta ke Putri. Dan akhirnya Putri menerima.
Berpacaran jarak jauh, jarang bertemu karma Putri yang sekarang kelas 1 SMA dan Rizal kuliah. Mereka fokus terhadap kegiatan masing-masing walaupun begitu hubungan mereka tetap berjalan baik-baik saja. Dan pada akhir Desember, Putri pergi ke rumah Rizal. Tetapi Rizal tidak sedang dirumah hanya ada Tante Murni. Rizal sedang latihan di studio. Sebelum pergi Putri, Tante Murni memberika sekotak kue kepada Putri. Dan Putri melucur ke studio.
Saat di Studio, Putri disambut oleh kawan-kawan Rizal terutama Rizal , ia menyambut dengan pelukan. Dan Putri melihat ada seorang wanita cantik dan tinggi yang bernama Vika. Rizal memperkenalkan wanita itu. Dan, ia mengingat-ingat nama wanita itu ternyata ia orang yang ada di Twitter. Mereka pun melanjutkan latihannya, Putri mengambil ponselnya dan melihat TL. Tiba-tiba Putri kesal karena Rizal membalas tweet cewek itu dengan kata sayang. Ia pun pamit untuk pulang tetapi Rizal mengejarnya. Dan mengantarkan Putri pulang ke rumah.
Ketika sudah di kamar, Rizal menelpon Putri dan menjelasakan semuanya.
Putri pun sekarang tahu bahwa Vika suka dengan Rizal dulu. Dan Putri merasa bahagia.
3. Latar               
a.       Tempat           : Rumah Putri,Rumah Rizal,Studio
b.       Waktu            : Pagi,Siang
c.       Suasana          : bahagia
4. Penokohan       
a.       Putri               : jutek,cemburuan,suara cempreng,perhatian
b.       Mama            : rajin
c.       Erik                 : nyebelin
d.       Papa               : penyayang
e.       Rizal                : baik,ramah,asik,pandai bermain gitar,setia,perhatian,penyayang
f.        Tante Murni    : ramah,pandai masak
g.       Om Andi        : ramah
h.       Vika                 : cantik,tinggi
5. Sudut Pandang
a. Menggunakan aku-an ,pengarang disamping menceritakan jalan ceritanya ia pun menjadi pelaku dalam cerita tersebut
b. Pelaku Utama
6. Gaya Bahasa
Mudah dimengerti dan tidak membosankan
7. Amanat
a. Jangan berfikir buruk sebelum tau apa yang terjadi
b. Saling percaya satu sama lain

Unsur Ekstrinsik
Moral                    : berburuk sangka
Sosial                    : menghormati tamu
Pendidikan           : fokus belajar
Budaya&Agama : mengucapkan salam ketika masuk rumah

ANALISIS CERPEN INTRINSIK DAN EKSTRINSIK


SINOPSIS CERPEN MARTINI

Wanita itu bernama Martini. Kini ia kembali menginjakkan kakinya di lndonesia, setelah tiga tahun ia meninggalkan kampung halamannya yang berjarak tiga kilometer dari arah selatan Wonosari, Gunung Kidul.
Di dalam benak Martini berbaur rasa senang, rindu dan haru. Beberapa jam lagi ia akan berjumpa kembali dengan suaminya, mas Koko dan putranya Andra Mardianto, yang ketika ia tinggalkan masih berusia tiga tahun. Ia membayangkan putranya kini telah duduk di bangku sekolah dasar mengenakan seragam putih–merah dan menempati rumahnya yang baru, yang dibangun oleh suaminya dengan uang yang ia kirimkan dari Arab Saudi, negara di mana selama ini ia bekerja.
Martini adalah seorang tenaga kerja wanita yang berhasil di antara banyak kisah mengenai tenaga kerja wanita yang nasibnya kurang beruntung di negeri manca, di mana mereka mengadu nasibnya. Tidak jarang seorang TKW pulang ke tanah airnya dalam keadaan hamil tanpa jelas siapa ayah sang janin yang dikandungnya. Atau disiksa, digilas dibawah setrikaan bersuhu lebih dari 110 derajat celcius, atau tiba–tiba menjadi bahan pemberitaan di media massa tanah air karena sisa hidupnya yang sudah ditentukan oleh vonis hakim untuk bersiap menghadapi tiang gantungan atau tajamnya logam pancung yang kemudian membuat Kedubes RI, Deplu dan Depnaker kelimpungan dan tampak lebih sibuk.Sangatlah beruntung bagi Martini mempunyai majikan yang sangat baik, bahkan dalam tiga tahun ia bekerja, ia telah dua kali melaksanakan umroh dengan biaya sang majikan. Majikannya adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan minyak di sana. Ia bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga di El Riyadh dengan tugas khusus mengasuh putra sang majikan yang sebaya dengan Andra, putranya. Hal ini membuatnya selalu teringat putranya sendiri dan menambah semangat dalam bekerja.Dengan cermat Martini memperhatikan sekeliling, akan tetapi ia tidak melihat seorang saudara atau kerabat pun yang ia kenal. Sempat terbersit rasa iri dan kecewa ketika ia menyaksikan beberapa rekanannya yang dijemput dan disambut kedatangannya oleh orang tua, anak atau suami mereka. Namun dengan segera ia membuang jauh–jauh pikiran tersebut. Ia tidak ingin suuzon dengan suaminya.
“Mungkin hal ini disebabkan karena kedatanganku yang memang terlambat tiga hari dari jadwal kepulangan yang direncanakan sebelumnya,” pikirnya husnuzon.Dan pikiran ini malah membuatnya merasa bersalah, karena ia tidak memberitahukan kedatangannya melalui telepon sebelumnya.Akhirnya ia memutuskan untuk menuju terminal Pulogadung dengan taksi bandara. Oleh karena ia tidak tahu di mana pool bus Maju Lancar terdekat dari bandara Soekarno-Hatta, ia berharap di terminal Pulogadung ia bisa langsung menemukan bus tersebut dan membawanya ke Wonosari dengan nyaman, karena badannya sekarang sudah terlalu letih untuk perjalanan panjang yang ditempuh dari Arab Saudi.
Tanpa ia sadari, Martini telah sampai di depan rumahnya, rumah yang merupakan warisan ayahnya, yang ia huni bersama mas Koko, Andra dan ibunya yang telah renta. Namun bingung dan pertanyaan muncul dalam benaknya. Yang ia lihat hanyalah rumah tua tanpa berubahan sedikit pun, kecuali kandang sapi di dekat rumahnya yang kini telah kosong. Sama keadaanya dengan tiga tahun lalu tatkala ia meninggalkan rumah tersebut. “Mana rumah baru yang mas Koko bangun seperti yang ada di foto yang mas Koko kirimkan tiga bulan yang lalu. Apakah ia membeli tanah di tempat lain dan membangunnya di sana? Kalau begitu syukurlah,” pikirnya mencoba husnuzon.Ia ketuk perlahan–lahan pintu rumahnya. Namun tidak ada seorang pun yang muncul membukakan pintu. “Kulo nuwun, mas…! Andra…! Mbok…!”Beberapa saat kemudian barulah pintu yang terbuat dari kayu glugu tersebut terbuka. ”Madosi sinten, mbak?” tanya seorang bocah berusia 6 tahun yang tak lain adalah Andra yang muncul dari balik pintu.“Andra aku ini ibumu, sudah lupa ya? Apakah bapakmu tidak menceritakan ihwal kedatanganku?” ucap Martini balik bertanya. “Ayah? Kedatangan ibu? Oh, mari masuk. Sebentar ya, Andra bangunkan mbah dulu,” ujar Andra sambil berlari menuju ke arah kamar neneknya.Martini masuk ke dalam rumah dan duduk di atas amben yang terletak di sudut ruangan depan, seraya memperhatikan keadaan di dalam rumah yang ia huni sejak kecil tersebut. Keadaan dalam rumah pun tidak tampak ada perubahan yang berarti.“Martini ya. Wah–wah anakku sudah datangdari perantauan,” terdengar suara tua khas ibu Martini sedang setengah berlari keluar dari kamarnya, menyambut kedatangan anaknya, diikuti oleh Andra , membawakan segelas teh hangat.”Bagaimana keadaan si mbok disini?” tanya Martini.“Oh, anakku si mbok di sini baik–baik saja, kamu sendiri bagaimana, Tini?” “Saya baik–baik saja mbok, ngomong–ngomong mas Koko di mana mbok?” tanya martini. Mendengar pertanyaan itu, tiba–tiba air muka ibu martini berubah, ia tampak berpikir–pikir sejenak. “Oh mengenai suamimu, nanti akan si mbok ceritakan, sebaiknya kamu ngaso dulu. Kau pasti capek setelah melakukan perjalanan jauh. Jangan lupa teh hangatnya diminum dulu,” saran ibu Martini. martini menurut saja apa yang dikatakan ibunya. Setelah menikmati segelas teh hangat, ia mengangkat kaki dan tiduran di atas amben. Namun tetap saja ia tidak dapat memejamkan matanya. Pikirannya tetap melayang memikirkan suaminya; di mana dia, apakah dia merantau ke Jakarta untuk turut mencari nafkah di perantauan? Di mana letak rumah barunya, atau apakah mas Koko malah meninggalkan dirinya dan menikah dengan wanita lain?
“Ah, tidak mungkin,” pikirnya kembali berusaha untuk tetap husnuzon. Ia mencoba bangkit lalu menemui ibunya yang sedang memasak di pawon.“Maaf mbok, di mana mas Koko, Tini sudah kangen dan ingin berbicara dengannya,” ujar Martini membuka kembali percakapan. Ibu Martini tampak kembali berpikir sejenak, lalu berdiri dan mengambil segelas air putih dingin dari kendi. “ Minumlah air putih ini agar kamu lebih tenang, Tini, nanti si mbok ceritakan di mana suamimu berada, kalau kamu memang sudah tidak sabar. ”Sementara itu martini bersiap untuk mendengarkan dengan seksama penuturan ibunya. “ Tiga bulan lalu rumah yang dibuat suamimu atas biaya dari kamu sudah jadi. Letaknya di dusun sebelah sana, namun sejak itu pula kesengsem sama seorang wanita. Wanita itu adalah tetangga barunya. Dua bulan lalu mereka menikah dan meninggalkan Andra bersama si mbok. Tentu saja si mbok marah besar kepadanya. Namun apa daya, si mbok hanyalah wanita yang sudah renta, sedang ayahmu sudah tiada, dan uang yang si mbok pegang pun pas–pasan. Mau mengirim surat kepadamu si mbok tidak bisa, kamu tahu kan si mbok buta huruf. Mau minta tolong kepada siapa lagi, sedangkan kamu adalah anakku satu–satunya. Kamu tidak mempunyai saudara yang bisa si mbok mintai tolong untuk mengirimkan surat kepadamu, sedangkan anakmu, Andra masih kelas 1 SD”.
Mendengar penuturan ibunya, Martini langsung menangis, ia sedih marah dan kalut. “Mengapa si mbok tidak melaporkannya ke pak Kadus dan pak Kades?” ”Sudah, dan beliau pun sudah berjanji untuk membantu si mbok. Namun sampai saat ini si mbok belum mendapatkan jawabannya. Sedangkan suamimu sendiri dan istri barunya, tampak tak peduli dengan suara–suara miring para tetangga. Dan untuk lapor ke KUA, si mbok tidak berpikir sampai ke situ, maafkan si mbok,” tambah ibunya dengan suara yang terdengar bergetar.“Duh Gusti…., paringono sabar…,.” terdengar Martini terisak, berusaha untuk tetap ingat kepada Yang Maha Kuasa. Bagaimana bisa, suami yang begitu ia cintai dan ia percaya, dapat berbuat begitu kejam terhadapnya. Apalagi ia sekarang tinggal bersama istri barunya, di rumah hasil jerih payahnya selama tiga tahun merantau di arab Saudi.“Mbok, di mana rumah baru itu berada?”
Wajah ibunya terlihat ketakutan, ia tidak tahu apa yang akan dilakukan anaknya dalam keadaan kalut di sana apabila ia tahu letak rumah tersebut.“Mbok, di mana mbok,” suara Martini semakin tinggi, namun ibunya tetap diam.”Kenapa si mbok tidak mau membertahu? Apakah si mbok merestuinya? Apakah si mbok mendukungnya? Apakah si mbok membela bajingan itu dari pada saya anakmu sendiri? Apakah…..”“Diam Tini, teganya kamu menuduh ibumu seperti itu. Kamu mau menjadi anak durhaka? Ingatlah kamu kepada Tuhan, nak, ingatlah kepada Gusti Allah, nak!” Kalimat itu muncul dari mulut ibunya, yang kemudian terduduk menangis mendengar ucapan pedas anaknya tersebut.“Ya sudah kalau si mbok tidak mau memberitahu. Tini akan cari sendiri rumah itu,” teriak Martini seraya meninggalkan ibunya yang sangat bersedih, yang berusaha mengejarnya namun kemudian jatuh tersungkur di halaman depan rumahnya karena tidak mampu lagi mengejarnya.“Hei, mana Koko, bajingan sialan,” teriak Martini sambil berjalan membabi buta, menyusuri jalan dengan muka merah padam. Pikirannya kacau balau.
“Buat apa aku bekerja jauh-jauh mencari uang di Arab Saudi demi kamu dan Andra, tetapi mengapa kau tega memanfaatkanku, menggunakan uangku untuk membuat rumah dan tinggal di sana bersama istri barumu. Kurang apa aku?? ”Mendengar teriakan Martini, kontan para tetangga di sekitar situ segera berhamburan ke luar rumah. Mereka kebingungan menyaksikan ulah Tini yang sudah tidak mereka lihat selama tiga tahun, tiba–tiba muncul kembali di dusun itu dengan tingkah laku yang berubah 180 derajat. Martini yang dulunya lembut, penurut, kini kasar dan beringasan. Apakah ia telah gila? Apakah yang telah terjadi terhadap dirinya di Arab Saudi? Apakah ia dianiaya sebagaimana sering terdengar berita di media massa mengenai TKW yang disiksa? Namun kemudian mereka segera menyadari. Hal ini pasti karena Martini telah mengetahui perbuatan suaminya. Segera saja mereka mengejar dan mencoba menenangkan Martini. Namun dengan kuat Martini mencoba melepaskan tangannya dari dekapan tetangganya itu. Dan saat itu pula ia melihat suaminya, ya Koko bajingan itu, keluar dari rumahnya. Koko tampaknya tidak menghiraukan kedatangannya. Bahkan istri barunya itu terlihat dengan mesranya berdiri di samping Koko yang meletakkan kedua tangannya di pinggang koko.”Hei, siapa kamu? Tini ya? Kenapa kamu ke sini? Ini rumahku bersama mas Koko. Bukannya kamu sudah mati, kalau belum mendingan kamu mati saja sekarang. Itu lebih baik, dari pada mau merusak kebahagiaan kami. Bukan begitu, mas Koko?” ujar wanita yang ada di sebelah Koko sambil mengalungkan tangan kanannya di leher Koko dengan lembutnya.
Hal ini jelas membuat Tini makin marah.“Hai , dasar kau, wanita murahan, tidak tahu diri. Koko adalah suamiku. Dan kau Koko, mengapa kau tega menipuku, meninggalkanku hanya untuk menikahi wanita keparat ini? Dasar bajingan!”Dekapan tetangga yang memegang Martini akhirnya lepas. Dengan cepat Martini meraih sebuah bambu yang tergeletak di bawah pohon nangka dan berlari menuju ke arah Koko dan istri barunya. Dengan tidak hati-hati ia menaiki anak tangga yang menuju ke dalam rumah baru itu. Secepat kilat ia mengayunkan bambu itu ke arah mereka berdua. Namun malang, belum sampai bambu itu mengenai sasaran, ia kehilangan keseimbangan. Ia terpeleset dari dua anak tangga dan jatuh terjerembab tak sadarkan diri.
”Mbak–mbak, bangun mbak. Mau turun di mana mbak? Ini sudah sampai di Wonosari,” terdengar sayup-sayup suara pemuda yang duduk di dekat Martini.
“Astaghfirullahaladzim. Ha… Apa…? Wonosari?” tanya Martini. “Ya, mbak sepertinya dari tadi mbak gelisah tidurnya,” ujar pemuda itu. ”Apakah benar ini Wonosari?” tanya Martini memastikan seraya mengarahkan pandangannya keluar jendela.
Ya ini adalah daerah yang telah tiga tahun ia tinggalkan.“Alhamdulillah ya Allah, terima kasih,” batin Martini bahagia.
UNSUR INTRINSIK
·      Tema       :  percayalah pada niat baikmu
·      Latar        :
 Tempat    :  dalam bis(dalam perjalanan) dan di kampung
       Waktu      :  tiga tahun setelah kepergian martini ke Arab Saudi Suasana  :   diawal cerita suasana yang timbul basa saja, tetapi pada pertengahan cerita                                       suasana yang timbul menegangkan karena adanya konflik yang timbul ketika                                     tokoh utma bermimpi

·     Plot/alur  :  alur cerita itu adalah alur maju(episode) karena jalan cerita dijelaskan secara runtut.                          Pada awal cerita diawali dengan pengenalan tokoh, kemudian si tokoh bermimpi, pada                      mimpinya timbul suatu pertentangan  yang berlanjut ke konflik(klimaks) dilanjutkan                              dengan antiklimaks dan pada akhir terdapat penyelesaian.
·     Perwatakan  : Tokoh utama(martini) :  wataknya yang sabar,lembut ,pekerja keras,  bertanggung j                            jawab terhadap keluarga,  hal ini di tunjukan dari penjelasan tokoh,penggambaran                             fisik tokoh serta    tanggapan tokoh lain terhadap tokoh utama
Tokoh pembantu  :Mbok   : sabarAndra  :  patuh terhadap orang tuaMas koko  :  tidak bertanggung jawab terhadap keluarga

·     Sudut pandang : orang ketiga
·     Mood/suasana hati : kecurigaan,kesabaran,kecemburuan,penyesalan,kebahagiaan
·     Amanat
       -Seharusnya  suami bertanggungjawab untuk mencari nafkah bagi anak dan istrinya -Jangan dulu bersikap su’udzon kepada seseorang bila belum ada buktinya - Keuletan dan kesabaran dalam bekerja  akan membuahkan hasil yang baik  -Selalu  berniat baik untuk mendapatkan ridho Allah swt
UNSUR EKSTRINSIK
·     A.  Nilai moral
      Dalam cerpen tersebut terdapat kandungan nilai moral yaitu seseorang haruslah bersikap                 huznudzon terhadap   sesama manusia, karena husnudzon  mencerminkan akhlak serta budi           pekerti yang baik.
·      B. Nilai Sosial-budaya
      cerita pada cerpen tadi mempunyai kaitan yang  sangat erat  dengan kehidupan kita sehari-                hari.  Bahwa kebanyakan orang yaitu wanita pergi merantau ke negeri orang demi membantu perekonomian keluarga seperti  menjadi TKW, sedangkan suaminya menunggu dirumah, untuk dikirimi uang dari istrinya tanpa berpikir , susahnya mencari uang dinegeri orang, sedangkan dia sendiri tidak bekerja. Namun, hal ini bertolakbelakang dengan budaya serta tradisi, bahwa yang wajib mencari nafkah untuk keluarganya adalah suami. Karena suami adalah pemimpin dalam rumah tangga, jadi ia harus bertanggungjawab terhadap keluarganya. Tetapi, hal ini rupanya sudah banyak terjadi di masyarakat, sehingga tidak jarang pula orang-orang yang menjumpai hal tersebut. 


      Nama : Nabiilah Syaafiyah
Kelas  : 12 IPS 1






cerpen " SAATNYA UNTUK BERHENTI" (majalah gadis no. 18 1-10 juli 2014)

LISA DEVIANA R / 19
  • INSTRINSIK
tema  : kisah cinta faya
alur    :  maju
penokohan : 
  1. Faya  : protagonis
  2. Rob   : antagonis
  3. Kei dan Gio  : tritagonis
gaya bahasa : mudah dipahami
setting : - disekolah, di grand indonesia, di taman sekolah
              - sedih, resah, panik, 
 sudut pandang : diaan, orang ketiga pelaku utama
amanat   : lebih berani dalam membuat keputusan walaupun itu sedikit menyakitkan.

  • EKSTRINSIK 
Moral  :  tidak mengumbar umbarkan kelebihan
               berani memilih
sosial budaya : sering bimbang dalam memilih keputusan
                         takut terhadap apa yang harus dihadapinya
ekonomi : selalu menghabiskan waktu di mall
pendidikan : bisa dilihat dari kalimat "aku masih di sekretariat mading" 

Intrinsik dan Ekstrinsik Cerpen "Friendship Never Dies"

Cerpen “Friendship Never Dies”
Garnis Cahya (16) 12ips1

Hai aku Magdalena. Aku senang sekali bisa bersahabat dengan Euniqe, Edenlya, Maria, Zefanya, Vorenza, dan Agnesia. Mereka sangat baik padaku. Aku bersahabat dengan mereka sejak kelas 1 SD.
Saat pertemuan kelas 1 SD, Vorenza belum ada. Tapi, Aku dan sahabat-sahabat ku yang lainnya mengajaknya untuk saling bersahabat.
Saat duduk di bangku kelas 5 SD, kami banyak sekali pertikaian tapi 2 minggu kemudian kami berbaikan lagi. Malah berjalan-jalan di mall yang berada di daerah Jakarta Utara.
Suka dan duka selalu kita jalani bersama-sama. Saat adikku yang paling kecil meninggal karena penyakit, mereka mensupport aku. Selalu mensupport.
Kejadian lucu yang pernah kami alami adalah ketika kami menganggu anjing labrador besar berwarna hitam yang ada di dekat rumahku. Kami dikejar sama anjing itu sampe-sampe manjat ke pagar rumahku. Dan itu kejadian yang tak pernah kami lupakan.
Saat kelas 6 SD. Kami memutuskan untuk membuat kue bersama. Tapi kami tidak tau sama sekali apa bahan-bahan kue. Jadi kami langsung memasukan saja apa bahan kue yang mainstream di acara televisi.
Setelah selesai membuat kue nya, bukan nya kami panggang tapi malah kami goreng. Memang, ada hasilnya dan rasanya enak. Tapi, setelah itu kami langsung sakit perut dan berebutan untuk ke kamar mandi.Hahaha kejadian yang lucu kan?
Tapi semuanya berubah saat aku pindah ke Jawa…
Semua itu berubah. Aku tak tega melihat mereka menangis atas kepergianku yang membuat jarak di antara persahabatan kita.
Euniqe, Edenlya, Maria, Zefanya, Vorenza, Tiana.
Aku pasti akan merindukan kalian…
pasti…
Aku akan balik
Dan bertemu kalian lagi.
Andai waktu bisa kuputar. Kita akan bermain bersama lagi, ya?

Karangan: Akane Amagawa
Blog: Cerpenhttps://galaxy-knight.tumblr.com

Unsur Intrinsik :
1. Tema : Pertemanan
2. judul : Friendship Never Dies
3. Tokoh: Magdalena, Euniqe, Adenlya, Maria, Zefanya, Forenza, dan Agnesia
4. Alur : (Campuran)
Pada saat Magdalena bertemu dengan para sahabatnya. Mereka bersahabat sejak kelas 1SD. Suka dan duka selalu mereka lewati bersama,bahkan pada saat adik Magdalena meninggal,para sahabatnya selalu memberikan support. Mereka juga selalu melakukan hal yang lucu, dan membuat hal tersebut susah untuk dilupakan. Namun, persahabatan mereka harus berakhir,karena Magdalena harus pindah ke Jawa.
5. Sudut pandang : Akuan
6. gaya bahasa : Mudah dipahami
7. Latar : Cerita ini berada di latar tempat yang berbeda beda,seperti Mall di Jakarta Selatan dan rumah Magdalena. Dalam suasana yang gembira,menenggangkan,dan sedih. Latar waktunya ketika mereka masih di Sekolah dasar.
8. Amanat : Dalam menjalin pertemanan,harus dilandasi rasa yang tulus dan saling mensupport.

Unsur Ekstrinsik :
1. Nilai sosial : Saling memberi dukungan saat sahabatnya terkena musibah
2. Nilai Pendidikan : 6 tahun pendidikan sekolah dasar
3. Nilai Ekonomi : Mereka termasuk dari keluarga yang mampu,karena mereka pernah berjalan jalan di Mall daerah Jakarta Selatan

unsur intrinsik dan ekstrinsik dari cerpen ,

MAHESTYA MAHARDHIKA
XII IS 1 
BAHASA INDONESIA 


Namaku Febri, aku berumur 13 tahun. Aku tinggal bersama ayah dan ibuku di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Aku mempunyai seorang sahabat yang bernama Dwi. Aku kenal dia sejak SD. Dwi orangnya baik, asik dan enak diajak curhat. Tapi kadang-kadang dia orangnya suka jail. Dia sudah tidak mempunyai Ibu lagi, jadi dia menganggap Ibuku sebagai Ibunya juga.
Jam menunjukan pukul 7.00. Hari itu sangat cerah, aku berjalan menuju sekolah sendirian tanpa ditemani sahabatku, Dwi. Aku tak tau kenapa belakangan ini dia selalu jaga jarak kepadaku. Setiap aku mendekati dia untuk menanyakan sesuatu hal, tetapi dia hanya menatapku dengan tatapan kosong lalu beranjak dari hadapanku.
Satu minggu berlalu. Hari ini hari ulang tahunku. Sama seperti biasanya, dia masih tidak mau berbicara ataupun bertemu denganku lagi. Aku kira dia ingat dengan hari ulang tahunku. Aku sangat kecewa saat itu. Bel kelas berbunyi, aku pun memasuki kelas sendirian dengan wajah cemberut. Aku tidak berkonsentrasi saat jam pelajaran, dikarenakan aku masih memikirkan tentang kelakuan sahabatku Dwi. Aku hanya melamun sepanjang jam pelajaran. Sampai-sampai salah satu guru yang mengajar di kelas menegurku untuk tidak melamun saat jam pelajaran. Aku hanya mengangguk dan mencoba untuk berkonsentrasi ke materi pelajaran.
Bel istirahat berbunyi. Saat itu hujan deras dan semua teman-temanku sudah meninggalkan sekolah. Kebanyakan dari mereka dijemput oleh orangtua masing-masing dan ada juga yang berjalan kaki dengan nekat menerobos hujan. Aku menunggu jemputan di depan ruang kelas, kebetulan ruang kelasku tepat di depan pagar sekolah. Aku ditemani oleh satpam sekolah yang bernama Pak Ahmad. Di tengah turunnya hujan aku dan Pak Ahmad hanya berbincang-bincang seputar murid-murid yang nakal dan pelajaran sekolah. Jujur, Pak Ahmad orangnya asyik di ajak berbicara, walaupun dia orangnya agak kelihatan sedikit sangar.
Tak lama kemudian, datanglah seorang pria berkumis yang menaiki sebuah mobil mewah. “Sepertinya aku mengenal orang itu”, gumamku dalam hati. Dia menghampiriku dan tersenyum. “Benarkah kau yang bernama Febri?”, ucap pria berkumis itu. “Iya benar, ada apa Pak?”, jawabku. “Bisakah nak Febri ikut bersama Bapak ke rumah sakit? Ada yang merindukanmu di sana”, “Rumah sakit Pak? Siapa yang sakit?”, tanyaku dengan ekspresi wajah tegang. “Kamu ikut saja dengan bapak” jawab Pria itu. “Baiklah Pak”. Aku dan Pria berkumis itu berjalan ke arah mobil dan dengan segera berangkat ke rumah sakit. Dan meninggalkan Pak satpam sendirian. Di tengah perjalanan kami tidak berbicara sepatah kata pun. Saat itu aku sangat gelisah, dan tidak tau harus berbuat apa-apa. Aku hanya diam dan berusaha tenang.
30 menit kemudian sampailah kita di Rumah sakit, nama rumah sakit itu RS Sanglah. Aku mengikuti Pria berkumis itu ke salah satu ruangan di Rumah Sakit. Betapa terkejutnya aku saat melihat orang yang berbaring lemah di atas tempat tidur dengan jarum infuse yang tertanam di punggung tangan mungilnya. “Dwii…!!!”, aku berteriak sangat keras. Lalu aku menghampirinya dan menggenggam tangan kirinya dengan erat. “Dwi kau kenapa? Kau sakit apa? Kenapa kau tidak pernah memberitahuku?” ucapku tergesa-gesa. Dwi hanya tersenyum dan tidak mengatakan sepatah kata apapun. Aku semakin panik dan bingung. Di tengah-tengah kepanikanku, tiba-tiba ada 5 orang dokter dan 2 orang perawat yang memasuki ruangan ini. “Maaf bapak dan adik harus menunggu di luar, karena kami akan melakukan beberapa tahap-tahap pemeriksaan” ucap salah satu dokter. Aku dan pria berkumis itu hanya mengangguk dan menuruti perkataan salah satu dokter.
Saat kami berjalan menuju luar, aku sempat menatap wajah Pria berkumis itu, tampaknya dia sangat gelisah dan sedih. Aku mulai bertanya kepada Pria berkumis itu, “Maaf Pak saya mau bertanya, sebenarnya Bapak itu siapa?”, ucapku. “owh iya Bapak belum memperkenalkan diri bapak. Nama Bapak pak Agus, saya adalah Bapaknya Dwi”. Aku hanya diam dan menatap Bapak itu beberapa detik lalu kembali menunduk. “Jadi sebenarnya apa yang terjadi pada Dwi Pak?”, tanyaku dengan wajah penasaran. “Jadi begini, Dwi itu sejak 3 tahun yang lalu mengidap penyakit kanker darah (Leukimia) yang memang tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat. Dan itu pun harus mengikuti serangkaian proses Kemoterapi. Dokter sempat memvonis 1 minggu yang lalu, kalau dwi hanya dapat bertahan hidup selama 10 hari saja. Karena sel kanker tersebut sudah menggerogoti badan dwi”. Aku tidak bisa berkata apa-apa aku hanya menundukkan kepala dan menangis sejadi-jadinya.
Saat itu dokter keluar dari ruangan Dwi. Wajah dokter itu tampak lesu dan sepertinya penuh kekecewaan. Pak Agus segera menghampiri dokter itu dan ia menanyakan sesuatu hal, “Bagaimana keadaan anak saya dok?”. Dokter tidak merespon pertanyaan Pak Agus ia hanya menunduk dan diam. “Dokter sebenarnya apa yang terjadi dengan Dwi dok?” ucapku sambil menangis di hadapak dokter. “Maaf kita sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi Tuhan berkata lain”. Tanpa berfikir panjang aku langsung berlari menuju ruangan itu dan benar saja dugaanku, Dwi sudah meninggalkanku untuk selama-lamanya”. Saat itu juga aku menangis sangat keras dan teriak-teriak memanggil nama Dwi. Percuma saja Dwi hanya tertidur dan tidak mungkin bangun kembali. Saat itu juga Pak Agus menghampiriku dan menangis tetapi dia kelihatan lebih tegar dari ada aku. Ia memberikanku sebuah surat, lalu ia menjelaskan bahwa surat ini dari Dwi. aku sesegera mungkin membuka amplop dan membaca isi surat itu dengan perlahan. Isi surat itu:
“AKU SANGAT SENANG BISA BERKENALAN DENGAN DIRIMU”
Begitu membaca 7 kata yang ada di dalam surat itu, aku langsung memeluk tubuh sahabat terbaikku yang sudah tidak bernyawa.
Keesokan harinya adalah hari pemakaman Dwi. aku menghadiri pemakaman tersebut bersama seluruh keluargaku. Setelah selesai pemakaman, setiap minggu aku selalu datang ke makam dwi untuk mendo’akannya. Semoga tenang di alam sana Dwi, walaupun kita beda kehidupan tapi aku yakin kau selalu ada di hati kecilku.
Cerpen Karangan: Ayu Febriyanti
Facebook: aiiu febriyanthie
UNSUR INTRINSIK DAN EKSTURINSIK CERPEN
Tema : persahabatan
Judul : 7 kata terakhir dari sahabatku
Latar : kelas , sekolah , rumah sakit sanglah , pemakaman
Alur : alur cerita itu adalah alur maju karena jalan cerita dijelaskan secara runtut
Sudut pandang : orang pertama , pelaku utama
Penokohan    : dwi : baik , asik , enak diajak curhat , jail , punya penyakit leukemia, mendem rahasia
                            Febri : baik , mandiri , perasa , setia kawan , punya rasa simpati
                     Ayah dwi : sabar , tegar , baik , berkumis , tabah
                            Dokter ; pesimis
Penyelesaian : sad ending sedih
Gaya bahasa : bagus, menarik , kosa kata ringan
Amanat : jangan suka memendam sesuatu
        Tidak boleh berpikir buruk tentang sahabat
               Harus ikhlas menerima kenyataan
               Sabar , percaya semua yg tgerjadi pasti ada hikmahnya
Ekstrinsik
Nilai moral : tidak oleh berprasangka buruk kepada teman , karena berprasangka buruk mencerminkan akhlak serta budi pekerti yg kurang baik
Nilai agama : harus tabah dan sabar menerima kenyataan
Nilai social : menjenguk teman di rumah sakit
Nilai pendidikan ; kalo belajar harus focus , engga boelh mikirin yg lain selain pelajaran
Nilai ekonomi   : febri orangnya sangat sederhana , iya dari rumah kesekolah jalan kaki
Nilai kebudayaan : budaya disiplin , berangkat pagi kesekolah , agar tidak telat



unsur intrinsik dan entrinsik novel Laskar Pelangi Edensor

SINOPSIS NOVEL LASKAR PELANGI EDENSOR

Novel berjudul Endesor ini merupakan bagian dari serangkaian seri tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Endesor sendiri merupakan rangkaian ke tiga. Tokoh utama pada novel ini masih Ikal dan juga Arai, sepupunya. Secara umum novel ini bercerita mengenai kehidupan pendidikan Arai juga Ikal yang berhasil melanjutkan kuliahnya di Eropa. Sebelum berangkat ke sana, mereka berpamitan pada gadis pujaan mereka yakni Zakia Nurmala juga A Ling. Meski Zakia cuek menanggapi kepergian Arai, tetapi gadis itu tetap terbawa di hatinya. Demikian pula dengan Ikal. Meski tak bertemu dengan A ling, ia tetap memendam cinta. 
Arai dan Ikal menempuh hampir 16 jam perjalanan dari Indonesia menuju Belanda. Sesampainya di Belanda, mereka berdua dijemput seorang wanita berparas menawan bernama Mrs. Famke Somers yang mengantarkannya ke sebuah flat sewaan tempat mereka akan menginap. Sayangnya, karena kesalahpahaman mereka berdua diusur dari tempat tersebut dan menghabiskan malam pertama di taman kota di tengah kedinginan yang menusuk tubuh. Udara tak bersahabat tersebut bahkan membuat Ikal seolah sekarat. Keesokan harinya, mereka berjalan-jalan ke pusat kota. Namun dengan penampilan mereka yang kusut, banyak petugas yang menaruh curiga dan menggeledah mereka berdua. Pertolongan kemudian datang setelah Erika, sekretaris Dr. Woodward ditugaskan menjemput mereka dan mengantarkannya kembali ke flat. Seminggu di flat, mereka memutuskan berangkan ke Perancis untuk mencari apartemen tempat tinggal sekaligus mengunjungi menara Eifel yang legendaris itu. Selang beberapa waktu, perkuliahan dimulai. Mereka dipertemukan orang-orang dari berbagai bangsa. Ikal bertemu dengan seorang gadis Jerman bernama Katya yang memiliki rupa sempurna. Katya kemudian menjalin kasih dengan ikal. Hanya saja, rasa cintanya pada A Ling membua Ikal tak sanggup menjalani kisah tersebut lebih lama. Ia akhirnya memutuskan untuk berteman saja dengan Katya. Ikal memang sangat mencintai A Ling. Sayangnya ia tak tahu dimana keberadaan wanita bermata segaris itu. Ia hanya tahu A Ling meneruskan sekola tata busananya. Bisa saja di Singapura, di Afrika atau bahkan Eropa. Ikal sangat ingat, ia pernah membaca novel yang berkisah tentang sebuah kampung indah bernama Endesor. A Ling sangat ingin ke tempat tersebut. 
Dalam perjalanan masa kuliah, Ikal dan teman-temannya dilingkupi kebosanan sehingga mereka memutuskan untuk melakukan taruhan mengelilingi Eropa selama 3 bulan. Siapa yang mampu mengelilingi Negara terbanyak adalah pemenangnya. Taruhan tersebut sebenarnya membuat tujuan lain Ikal terlaksana, yakni mencari A Ling. Mereka memulai perjalanan dari Belanda. Bersama Arai, ia berhasil mengelilingi beberapa Negara cantik di Eropa. Sayangnya, Arai terserang penyakit pernapasan akut sampai-sampai ia harus dipulangkan ke Indonesia. Akhirnya Ikal memutuskan kembali ke apartemennya di Perancis. Ia disambut kabar murung bahwa dosen pembimbingnya akan segera pensiun dan ia disarankan ikut bersamanya ke sebuah tempat bernama Sheffield di Inggris. Di dalam perjalanan ia melewati sebuah desa yang sangat indah dan memutuskan untuk singgah. Ia tak tahu nama tempat itu, dan saat bertanya ia terkejut sebab tempat itu bernama Endesor. 

Unsur Intrinsik-Ekstrinsik  
A.   Unsur Intrinsik
1)    Tema: Petualangan dua orang bersaudara dalam mencapai cita-cita dan mencari cinta
2)    Penokohan dan Watak
1) Ikal:
·        Pintar ( Aku dan Arai menerima surat pengumuman tes beasiswa itu di Belitong(hal 45))
·        Nakal (Nakalku makin menjadi. Aku blingsatan mencari diriku sendiri, tersesat dalam ide-ide yang sinting.       (hal 23))
·        Iseng (Kedua, adalah kenakalan yang kusembunyikan jauh di dalam hati, sehingga Maurent sendiri tak tahu       bahwa aku seelalu berusaha agar dia menyebut namanya berulang-ulang.(hal 83)
·        Setia (Aku merindukan A Ling, rindu pada senyumnya,…Aku ingin bertemu, tapi ia masih raib(hal 160))
2) Arai:
·        Gigih(Arai kembali bersemangat menimbuniku dengan daun-daun rowan sambil tertawa terkekeh-kekeh(hal     65))
·        Setia (Tanggal 14 September adalah ulang tahun Zakiah. Inilah sumber gundah gulana itu. Sungguh setia           cinta dalam hati Arai(hal 230))
3) Stansfield:
    Sombong( Banyak yang heran bagaimana aku bisa akrab dengan Stansfield yang sengak itu(hal 97))
4) Townsend:
    Keras kepala(Karena itu, orang-orang Vermont terkenal keras kepala hingga lahir julukan Vermont                   Stubborn. Nah, Virginia lahir dari keluarga Vermont tulen(hal 97))
 5) Ninochka:
    Pemalu (Bukan hanya karena penampilan udiknya, sifat pemalunya, atau olahraga anehnya, tapi juga                 karena penyakit bengeknya ya  ng parah(hal 107))
 6) Mashood
·          Fanatik (Mashood benar-benar mengagumi sang Imam (hal 238))
·          Ramah (“Brother Muslim! Oh, Subhanallah, marhaban, marhaban.” (hal 237))
·          Jenaka (Namanya Mashood. Tubuhnya tambun, wajahnya licin, bulat, dan jenaka. (hal 237)) 7) Simon Van Der Wall :
    Tega/tidak peduli pada nasib orang lain.

   Latar
a)     Tempat
Tanjung Pandan (Dua minggu berikutnya aku harus ke Tanjong Pandan mengikuti ujian sekolah. (hal 4))
Bogor (Di bogor kami melamar kerja (hal 37))
Prancis(Prancis belum bangun ketika kami tiba di terminal bus Galliani(hal 77))
Italia(Penampilan kami yang paling mengesankan adalah di Fontana de Trevi, Roma (hal 248))
Rusia(Dengan menumpang bus sayur atau diam-diam melompat ke gerbong kereta minyak, kami sampai ke Moskwa(hal 197))
Estonia(Awal September kami sampai ke Estonia(hal 230))
Spanyol (Di Spanyol aku ternganga di bawah kubah Sagrada Familia, aku merasa seperti berada di dalam kerajaan kaum lelembut.(hal 269))
Islandia (kami ke Islandia, jauh dan harus naik feri(hal 194))
Swiss (Swiss, gemah ripah loh jinawi. Pada setiap sudut tercermin kekayaannya. Kami menyusuri avenue di Interakun, sebuah mobil Bentley menepi dan menekan klakson hati-hati. (hal 233))
Inggris (Bus antarkota national express membawaku ke Sheffield, di Midland, wilayah tengah Inggris, dekat Manchester, Birmingham, dan Leeds.(hal 283))
Perbatasan Nigeria-Mali (Di perbatasan Nigeria dan Mali kami menjumpai serombongan kafilah pedagang yang akan melintasi Gurun Sahara menuju Burkuni(hal 266))
Zaire (Kami pun samoai ke Zaire dan menemui seorang wanita Skotlandia bernaman Nadine Scott.(hal 267))
Yunani (Dewi Fortuna tertawa lebar, sampai terbahak-bahak, ketika kami sampai di Akropolis, Yunani. (hal 212))
Negara-negara Balkan (Sekonyong-konyong, nasib kami berbaik di negeri Balkan. (hal 217))
Rumania (sejak hari pertama di Crainova, Rumania aku waswas. (hal 218))
b)    Waktu
Minggu pagi(kami bertolak ke Bandara Soekarno-Hatta naik Fokker 28 dari bandara perintis Buluhtumbang di Tanjung Pandan (hal 48))
Waktu Sholat Jum’at (usai khotbah, yang disampaikan dalam bahasa Arab, jemaah berdiri untuk shalat jum’at, berdesakan (hal 242-243))
Malam terakhir di Jerman (Malam terakhir di Jerman, kami membungkus diri dalam sleeping bag, tidur di sudut stasiun Kӧln.(hal 193))    
4)    Alur
Campuran (Maju dengan adanya flashback).
5)    Sudut Pandang
Orang pertama, sebagai pelaku utama.
6)    Amanat
·        Tak ada yang terjadi secara kebetulan
·        Hidup itu penuh tantangan dan rintangan
·        Bergaul dengan siapapun juga, kita tetaplah diri kita sendiri.
·        Tertawalah, karena dunia akan tertawa bersamamu dan jangan bersedih karena kamu hanya akan menangis sendirian.
·        Bermimpilah, karena TUHAN akan memeluk mimpi-mimpi itu.
.   Kenakalan di masa lalu membuat kita menemui karma di masa depan.

B.   Unsur Ekstrinsik
Ø Nilai Sosial(Meskipun kami saling bersaing tajam, semuanya hanya secara akademik. Setelah pertempuran ilmiah habis-habisan,  kami menghambur ke kafe mahasiswa Brigandi et Bougreesses(hal 111))
Ø Nilai Ekonomik(Kami memasuki Belomorsk dalam keadaan bangkrut(hal 197))
Ø Nilai Bahasa (Belakangan kami tahu, oik adalah cara orang Belanda menyebut hai.(hal 53))
Ø Nilai nasionalisme (Anggun membuatku bangga menjadi orang Indonesia (hal 87))
Ø Nilai agama (Aku lebih kaget lagi karena suara amin itu hanya sendiri, sebab mazhab yang dianut jemaah masjid ini hanya mengucapkan amin dalam hati.(hal 243))


n Nama : Nabiilah Syaafiyah
   Kelas : 12 IPS 1